Gerald Harvey Greenfield tiba-tiba bangun dari duduknya. Lelaki itu bukan ingin menambah kopi. “Saya ingin membeli berlian termahal,” katanya sambil berdiri. Tatapan matanya dingin, seolah segalanya bisa dibeli olehnya. Alan Scott Pace, sahabat kentalnya, kaget. Pace tahu, Greenfield orang susah. Persis seperti dirinya. “Bagaimana bisa?” tanyanya.
Greenfield pun membeberkan rencananya: membikin mesin anjungan tunai mandiri (ATM) palsu. Mesin itu dipasang di mal mewah di Manchester, Connecticut, Amerika Serikat. Dengan mesin ATM palsu itulah dia mengeruk data yang bisa digunakan untuk membobol rekening orang-orang kaya. Mal Buckland Hills, di masa itu, adalah tempat yang tepat. Di sana orang-orang kaya dan berparfum mahal biasa menghabiskan uangnya.
“Nekat!” kata seorang polisi. “Belum pernah ada dalam sejarah pembobolan ATM dengan menggunakan ATM palsu.”
Greenfield mungkin bisa disebut salah satu “bapak pembobol ATM”. Dia melahirkan trik baru itu pada 1993. Mesin ATM itu persis aslinya. Dihiasi stiker logo bank dan dipasang di samping ATM resmi. Anjungan tunai itu beroperasi 21 hari. Hasilnya? Sekitar US$ 107 ribu dikantongi (Rp 995 juta).
Cara inilah yang menjadi inspirasi pembobolan ATM di dunia, termasuk yang terjadi di Indonesia baru-baru ini. Saat nasabah memasukkan kartu ATM, mesin merekam data kartu dan merekam nomor identifikasi (PIN). Data ini lalu digunakan Greenfield untuk membobol rekening di berbagai negara bagian.
Hasil yang diraih Greenfield mungkin masih kalah dibandingkan dengan hasil yang diperoleh mafia Rusia yang membobol BCA, Bank Permata, dan BNI–yang “cuma” Rp 5 miliar. Tapi Greenfield menuliskan sejarah pembobolan ATM. Bahkan dia tak mengeluarkan selembar dolar pun untuk memesan ATM palsu itu. Greenfield membuat banyak perusahaan fiktif untuk memesan mesin duit itu.
“Prestasi” Greenfield itu yang kini diteruskan para pembobol ATM. Caranya lebih simpel. Mereka tak membeli mesin ATM. Mereka cuma memasang alat perekam data kartu persis di tempat orang memasukkan kartu ATM. Skimmer, begitu nama alat tambahannya.
Tak perlu harus menato badan atau bergaul dengan preman untuk membeli alat ini. Di Internet, alat ini dijual murah dan mudah didapat. Keluarkan uang Rp 1,5 juta, Anda bisa membuat kloning kartu ATM dalam semenit. Mau yang lebih canggih? Cukup dengan Rp 15 juta, alat perekam itu sudah dilengkapi kamera pengintai yang hanya bekerja saat kartu dimasukkan ke ATM.
Mau dipasang di mesin ATM apa? Tinggal pilih model skimmer-nya: yang cocok untuk BCA atau BNI yang kadang memakai mesin ATM ala Siemens Nixdorf. Internet menyediakan banyak penyadap kartu ATM yang masih memakai pita magnetik.
“Wah, kalau begitu tak usah ke ATM, pasti aman,” kata seorang teman.
Eit, nanti dulu. Di Surabaya, beberapa tahun lalu penyadapan kartu ATM itu terjadi di toko. Sang pemilik toko menggesek kartu pembeli di skimmer sebelum digesek di mesin resmi. Dia juga memasang kamera untuk merekam orang saat memencet PIN. Cara ini pula yang digunakan oleh kelompok teroris Sri Lanka, Macan Tamil. Mereka mengumpulkan dana dengan membuat pompa bensin dengan mesin penyadap kartu.
Tapi itu cara kuno. Cara yang lebih canggih adalah pembobol memasang alat di mesin gesek bank di toko tanpa setahu pengelola toko. Data kartu itu kemudian dikirim diam-diam secara otomatis lewat pesan pendek.
Jadi masih merasa aman dengan kartu ATM di dompet Anda?